Senin, 30 Desember 2013

Apakah Masa Depan Anda Ditakdirkan?--pandangan Alkitab.

Pandangan Alkitab

Apakah Masa Depan Anda Ditakdirkan?
Banyak orang percaya bahwa kehidupan dan masa depan mereka ditakdirkan oleh suatu kekuatan yang lebih tinggi. Menurut mereka, sejak dalam kandungan hingga mati, kita semua mengikuti apa yang sudah tersurat dalam pikiran Allah. ’Bagaimanapun juga,’ kata mereka, ’Allah mahakuasa dan serbatahu, atau mahatahu, jadi Ia pasti tahu setiap perincian tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan.’

BAGAIMANA menurut Anda? Apakah Allah sudah menetapkan jalan hidup dan nasib akhir kita? Dengan kata lain, kebebasan memilih itu memang ada atau hanya ilusi? Apa yang Alkitab katakan?

Pengetahuan Sebelumnya—Total atau Selektif?

Alkitab jelas sekali menunjukkan bahwa Allah memiliki kemampuan untuk tahu sebelumnya. Menurut Yesaya 46:10, ’Sejak awal Dia tahu kesudahannya.’ Dia bahkan menggunakan sekretaris manusia untuk menulis banyak nubuat. (2 Petrus 1:21) Selain itu, nubuat-nubuat tersebut selalu menjadi kenyataan karena Allah punya hikmat maupun kuasa untuk menggenapinya secara terperinci. Maka, Allah tidak hanya bisa tahu sebelumnya tetapi kalau mau Ia pun bisa menetapkan sebelumnya berbagai peristiwa. Namun, apakah Allah menetapkan sebelumnya nasib setiap orang atau bahkan jumlah orang yang akan memperoleh keselamatan? Menurut Alkitab, tidak.

Alkitab mengajarkan bahwa Allah selektif sewaktu menetapkan masa depan di muka. Misalnya, Allah menubuatkan bahwa ”suatu kumpulan besar” orang adil-benar akan selamat dari pembinasaan orang fasik pada akhir sistem sekarang ini. (Penyingkapan [Wahyu] 7:9, 14) Namun, perhatikan bahwa Allah tidak memberi tahu jumlah spesifik orang dalam kumpulan besar itu. Alasannya? Ia tidak menakdirkan setiap orang. Allah seperti ayah yang pengasih dari suatu keluarga besar. Ia tahu bahwa setidaknya beberapa anak-Nya akan membalas kasih-Nya, tetapi Dia tidak menyuratkan jumlahnya.

Bandingkan kemampuan Allah untuk menetapkan sebelumnya dengan cara Ia menggunakan kuasa-Nya. Sebagai yang Mahakuasa, Allah memiliki kuasa mutlak. (Mazmur 91:1; Yesaya 40:26, 28) Tetapi, apakah Ia menggunakan kuasa-Nya secara tak terkendali? Tidak. Sebagai contoh, Ia tidak menindak Babilon, musuh Israel zaman dahulu, hingga waktunya tepat. ”Aku terus mengendalikan diri,” kata Allah. (Yesaya 42:14) Prinsip yang sama berlaku sewaktu Ia menggunakan kemampuan-Nya untuk tahu sebelumnya dan tetapkan sebelumnya. Yehuwa mengendalikan diri agar dapat merespek kebebasan memilih yang Ia berikan kepada kita.

Kendali Allah atas kuasa-Nya tidak membatasi Dia atau menjadikan Dia tidak sempurna. Malah, hal itu mengagungkan kebesaran-Nya, dan membuat Dia dekat di hati kita, karena kedaulatan-Nya dilaksanakan tidak semata-mata dengan kemahatahuan dan kuasa tetapi juga dengan kasih dan respek terhadap kebebasan memilih ciptaan-Nya yang cerdas.

Sebaliknya, jika Allah sudah menggariskan segalanya, termasuk semua kecelakaan mengenaskan dan perbuatan keji yang pernah terjadi, bukankah pantas bila kita menyalahkan Dia atas semua kesengsaraan dan penderitaan di dunia ini? Jadi, setelah dicermati baik-baik, ajaran takdir tidak menghormati Allah, tetapi membuat Dia tampak menyeramkan. Ajaran itu menggambarkan Dia kejam, tidak adil, dan tidak pengasih—sangat bertolak belakang dengan apa yang Alkitab katakan tentang Dia.—Ulangan 32:4.

Anda yang Memilih

Melalui hamba-Nya, Musa, Allah berkata kepada bangsa Israel, ”Aku menaruh kehidupan dan kematian di hadapan engkau, . . . dan pilihlah kehidupan . . . dengan mengasihi Yehuwa, Allahmu, dengan mendengarkan perkataannya dan dengan berpaut padanya; sebab dia berarti kehidupanmu dan panjang umurmu.” (Ulangan 30:19, 20) Kalau Allah sudah menakdirkan setiap orang Israel entah untuk mengasihi Dia dan memperoleh kehidupan atau untuk mengabaikan Dia dan menerima kematian, firman-Nya menjadi tak berarti dan palsu. Percayakah Anda bahwa Allah, ”pencinta keadilan” dan teladan terbaik kasih, akan bertindak sewenang-wenang seperti itu?—Mazmur 37:28; 1 Yohanes 4:8.

Imbauan Allah kepada hamba-hamba-Nya untuk memilih kehidupan justru lebih relevan bagi kita dewasa ini, karena penggenapan nubuat Alkitab menunjukkan bahwa kita sedang mendekat dengan cepat menuju akhir sistem sekarang ini. (Matius 24:3-9; 2 Timotius 3:1-5) Bagaimana kita memilih kehidupan? Pada dasarnya sama dengan yang dilakukan orang Israel zaman dahulu.

Bagaimana Anda Bisa ’Memilih Kehidupan’?

Kita memilih kehidupan dengan ”mengasihi Yehuwa”, dengan ”mendengarkan perkataannya”, dan dengan ”berpaut padanya”. Tentu saja, kita dapat melakukannya hanya jika kita mengenal Allah sebagai suatu pribadi dan memahami tuntutan-Nya terhadap kita. Dalam doa kepada Allah, Yesus Kristus berkata, ”Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.”—Cetak miring red; Yohanes 17:3, Terjemahan Baru.

Pengetahuan berharga itu bisa ditemukan di halaman-halaman Alkitab, yang dengan tepat disebut Firman Allah. (Yohanes 17:17; 2 Timotius 3:16) Ya, karunia rohani ini adalah bukti yang jelas bahwa Allah tidak menakdirkan masa depan kita tetapi ingin agar kita membuat pilihan sendiri berdasarkan keterangan yang Ia sediakan.—Yesaya 48:17, 18.

Melalui Alkitab, Allah seolah berkata kepada kita, ’Inilah maksud-tujuanku bagi umat manusia dan bumi, dan inilah yang hendaknya kamu lakukan untuk memperoleh kehidupan abadi. Kini, terserah kamu untuk memutuskan apakah akan mendengarkan atau mengabaikan Aku.’ Ya, betapa sempurnanya Allah menyeimbangkan kuasa-Nya untuk menetapkan sebelumnya dengan respek-Nya terhadap kebebasan memilih kita! Akankah Anda memilih kehidupan ”dengan mendengarkan perkataan [Allah] dan dengan berpaut padanya”?

PERNAHKAH ANDA BERTANYA-TANYA?

Sejauh mana Allah menggunakan kemampuan-Nya untuk tahu sebelumnya?—Ulangan 30:19, 20; Yesaya 46:10.
Mengapa Allah tidak menggariskan segalanya, termasuk hal-hal buruk yang menimpa orang-orang?—Ulangan 32:4.
Apa yang pada akhirnya menentukan masa depan kita?—Yohanes 17:3.



[Blurb di hlm. 13]

Alkitab mengajarkan bahwa Allah selektif sewaktu menetapkan masa depan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar