”MAKSUD-TUJUAN KEKAL”! Siapa lagi yang dapat mempunyai
maksud demikian kalau bukan Allah yang kekal? Evolusi yang dianut oleh banyak
sarjana moderen tidak bisa mempunyai maksud demikian, karena suatu kejadian
yang kebetulan, yang menjadi pangkal dari teori yang tak terbukti itu, tidak
terjadi dengan sengaja, menurut suatu maksud atau rencana. Pada abad ke-15
sebelum Penanggalan Umum, seorang pemberi hukum yang terkenal di dunia, yakni
Musa putera Amram, menarik perhatian kepada suatu Allah yang abadi, dengan
berkata:
2 ”Sebelum gunung2 dilahirkan, dan bumi dan
dunia diperanakkan, bahkan dari se-lama2-nya sampai se-lama2-nya Engkaulah
Allah. . . . Sebab di mataMu seribu tahun sama seperti hari kemarin,
apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam.”—Kitab Mazmur,
Pasal 90, ayat 2-4.
3 Pada abad pertama dari Penanggalan Umum,
seorang yang beriman kepada Musa menarik perhatian kepada Allah yang sama, yang
tak berbatas pada waktu, baik di masa lampau maupun di masa yang akan datang.
Tulisnya: ”Hormat dan kemuliaan sampai se-lama2-nya bagi Raja segala zaman,
Allah yang kekal, yang tak nampak, yang esa! Amin.” (1 Timotius 1:17)
Allah yang kekal sudah tentu dapat mempertahankan maksud-tujuannya sampai
terlaksana sepenuhnya, berapapun lamanya, bahkan kalau itu makan waktu beberapa
zaman.
4 Penulis yang sama dari abad
pertama P.U. ini diilhami untuk menulis tentang ”maksud-tujuan kekal”
Allah serta menghubungkannya dengan Mesias (Almasih), ”Orang Urapan”, yang
sudah lama di-tunggu2, dan yang telah dinubuatkan bahkan oleh nabi Musa
sendiri. Pada abad itu orang2 dari berbahasa Syria di Timur Tengah menyebut
orang urapan itu ”M’shi′hha”; tetapi orang2 Yahudi yang berbahasa Yunani di
kota Iskandaria, Mesir, ketika membuat terjemahan Kitab Suci Ibrani mereka yang
terilham (terjemahan ini kemudian disebut Septuaginta Yunani),
menggunakan kata Yunani Khristós, yang pada pokoknya, berarti ”Orang
Urapan”.—Lihatlah Daniel 9:25, LXX.
5 Akan tetapi para penterjemah moderen dari
tulisan2 abad pertama itu telah menimbulkan problem bagi kita. Sejak abad ke-16
terjemahan2 Alkitab dalam bahasa Inggris telah menyebutnya sebagai
”maksud-tujuan kekal” Allah. Tetapi para penterjemah Alkitab dari abad
belakangan menafsirkan istilah Yunani itu sebagai ”rencana segala zaman”. Ini
memberi kesan bahwa Allah mempunyai satu ”rencana” dalam hubungan dengan
Almasih itu.
6 Misalnya, terjemahan yang diterbitkan pada
tahun 1897 (P.U.) dari kitab Efesus, pasal III, ayat 9 sampai dengan 11,
oleh J. B. Rotherham, berbunyi sebagai berikut: ”Dan untuk
menyingkapkan penyelenggaraan rahasia suci yang telah tersembunyi sejak zaman
dulu dalam diri Allah, yang menciptakan segala sesuatu: supaya dapat dinyatakan
kini kepada segala pemerintah dan penguasa di surga, dengan perantaraan sidang
jemaat, berbagai hikmat Allah,—menurut rencana segala zaman yang ia buat dalam
diri orang urapannya.” Bahkan pada tahun 1865 P.U. The Emphatic
Diaglott yang diterbitkan oleh Benjamin Wilson menterjemahkan ayat itu
sebagai berikut: ”menurut suatu rencana segala zaman, yang dibuatnya”. Kita
dapat mengutip beberapa terjemahan Alkitab yang baru dan semuanya
menterjemahkan ayat Yunani itu demikian.
7 Berdasarkan terjemahan yang lain ini dari
ayat Yunani yang terdapat di Efesus 3:11, diterbitkan dalam nomor
September 1881 dari majalah Zion’s Watch Tower di
Pittsburgh, Amerika Serikat, sebuah
karangan berjudul ”Rencana Segala Zaman” oleh pemimpin redaksi dan penerbit
majalah tersebut. Karangan ini menjelaskan satu bagan sebesar satu halaman yang
disebut ”Bagan dari Berbagai Zaman”. Dengan senang hati kami mereproduksi bagan
ini supaya dapat diteliti oleh orang2 yang berminat. Sebuah ”Bagan dari
Berbagai Zaman yang Menjelaskan Rencana Allah” yang hampir sama juga dimuat
dalam buku ”The Divine Plan of the Ages” (”Rencana Ilahi dari Segala Zaman”) yang
diterbitkan oleh C. T. Russell pada tahun 1886.
8 Kendatipun ada keterangan yang kurang tepat
yang dengan mudah dapat dilihat sekarang, ”Bagan dari Berbagai Zaman” ini
menunjukkan garis pemikiran yang ikhlas, yang didasarkan atas pemikiran bahwa
Allah yang Mahakuasa dan Penuh Hikmat mempunyai satu ”rencana”. Bunyi kata2
pembukaan dari Pasal I dari buku ini adalah:
Judul seri Buku2 ini—”Rencana Ilahi dari Segala Zaman”,
menunjukkan adanya kemajuan dalam penyelenggaraan Ilahi, yang sudah diatur
lebih dulu oleh Allah dan yang tertib. Kami percaya ajaran2 yang diwahyukan
Ilahi bukan saja indah tetapi juga serasi apabila ditinjau dari sudut ini.
9 Buku ini mencapai oplah sebesar 6 juta
buah, dalam beberapa macam bahasa. Peredarannya berhenti pada tahun 1929 P.U.
Paling tidak buku ini telah mengarahkan perhatian para pembacanya kepada
Alkitab dan menunjukkan bahwa Allah yang Hidup itu progresip. Allah sudah
mencapai suatu tingkat berkenaan dengan maksudnya terhadap umat manusia yang
menderita. Kita mengetahui bahwa manusia sering membuat rencana kerja, tetapi
di belakang rencana itu terdapat satu maksud-tujuan. Yang menjadi persoalan
adalah Haruskah Allah yang Maha Tahu dan Maka Kuasa membuat satu rencana kerja,
yang terperinci, pada saat Ia membuat keputusan untuk melakukan sesuatu, dengan
demikian membuktikan Dirinya sebagai Allah yang Tak Berubah dan tidak akan
menyimpang dari rencanaNya? Atau, dapatkah ia menghadapi segala macam keadaan
darurat yang timbul karena mahluk-mahlukNya mempunyai keinginan yang merdeka,
tanpa pemikiran lebih dulu dan dengan segera, namun tetap mencapai
maksud-tujuanNya? Perlukah Allah mempunyai satu rencana? Tentu saja, setelah Ia
mencapai maksud-tujuannya, kita dapat memeriksa catatan mengenai
tindakan-tindakanNya dan menjajaki kembali haluan yang telah ditempuhNya.
Tetapi apakah itu benar2 direncanakan demikian?
SATU ALLAH YANG MEMPUNYAI MAKSUD-TUJUAN
10 Apakah penulis asli dari kata2 yang
tercantum di Efesus 3:11 hendak mengemukakan bahwa Allah, sang Pencipta,
mempunyai satu rencana dalam hubungan dengan Almasihnya? Apakah maksud penulis
itu ketika ia menggunakan kata pro′the·sis dalam suratnya yang
menggunakan bahasa Yunani abad pertama? Secara aksara kata itu berarti
”memaparkan atau mengatur”, jadi, mengatur sesuatu supaya kelihatan. Itu
sebabnya mengapa orang2 Yahudi di kota Iskandaria, ketika mereka menterjemahkan
Kitab Suci Ibrani ke dalam bahasa Yunani, menggunakan perkataan tersebut di
atas dalam hubungan dengan roti suci yang diletakkan di atas meja keemasan di
dalam bagian yang Suci dari kemah peribadatan yang dibangun oleh nabi Musa.
Roti ini biasanya disebut roti sajian, tetapi Terjemahan Septuaginta
Yunani menyebutnya sebagai ”roti persembahan (prothesis). Jadi roti2
ini, dengan disajikan di atas meja keemasan, dipamerkan; setiap minggu pada
hari sabbat disajikan yang baru.—2 Taw. 4:19.
11 Perkataan pro′the·sis ini dapat
dipakai untuk mengartikan suatu ”pernyataan”, atau suatu ”uang muka”, dan dalam
tata bahasa, mengartikan suatu ”kata depan”. Juga bisa berarti ”penetapan lebih
dulu”, atau ”mengutamakan”. Karena perkataan ini dipakai untuk mengartikan satu
tujuan yang dirancangkan, atau memaparkan di hadapan diri sendiri sesuatu yang
hendak dicapai, perkataan ini dipakai untuk mengartikan ”maksud-tujuan”.
(Mengenai soal ini, lihatlah A Greek-English Lexicon,
karangan Liddell dan Scott, Jilid II, halaman 1480-1481, cetak ulang
tahun 1948, di bawah kata pro′the·sis.) Arti yang belakangan ini
diakui oleh kebanyakan penterjemah Alkitab yang menggunakan bahasa moderen.
Jadi ”pro′the·sis” Allah adalah tekadNya, keputusan utamaNya, maksudNya.
12 Di Efesus 3:11 perkataan ini diikuti dengan
istilah tōn ai·o′nōn, yang secara aksara berarti ”segala zaman”.
Maka itu kombinasi dari perkataan itu diterjemahkan sebagai ”maksud-tujuan
segala zaman” atau ”maksud-tujuan sepanjang zaman” atau ”maksud yang kekal”,
sedang yang lain menterjemahkannya ”rencana Allah dari kekal”, dan ”maksud
abadi”.
13 ”Maksud segala zaman” dari Allah adalah
”maksud-tujuan kekal” Allah. Mengapa begitu? Begini, satu zaman adalah satu
jangka waktu tak berketentuan panjangnya namun cukup lama dalam kehidupan
manusia: jangka waktu dari zaman itu lebih diperhatikan daripada sifat2 atau
keanehan jangka waktu itu.
14 Maka ”maksud segala zaman” dari Allah tidak
berarti suatu ”maksud-tujuan” yang berlaku selama jangka waktu tertentu,
misalnya, ”zaman para datuk”, ”zaman Yahudi”, ”zaman Injil”, dan ”zaman Seribu
Tahun”. Tidak. Yang lebih penting adalah waktunya, jangka waktu yang panjang.
Supaya satu zaman bisa disusul dengan zaman lain, maka setiap zaman harus
mempunyai awal dan akhir. Tetapi jika beberapa zaman di-sambung2 satu sama
lain, maka jangka waktunya akan panjang sekali. Dan karena dalam istilah ”maksud
segala zaman” tidak disebutkan berapa jumlah dari zaman itu, jumlah zaman itu
bisa tak terhingga. Maka istilah ”maksud segala zaman” membuat jangka waktu itu
tidak terbatas, sebab batasnya tidak disebutkan di situ. Dengan demikian
”maksud” itu menjadi sesuatu yang kekal, menjadi suatu ”maksud-tujuan kekal”.
Maksud-tujuan Allah berkenaan AlmasihNya atau Orang UrapanNya mempunyai
permulaan, tetapi Ia membiarkan beberapa zaman lewat sebelum maksud itu
terlaksana. Bagi ”Raja yang kekal” waktu tidaklah menjadi soal.
BUKAN SUATU PRIBADI YANG TAK BERNAMA
15 Raja yang Kekal ini bukan suatu Pribadi
yang tak bernama. ia telah memberikan dirinya suatu nama dan telah menyatakan
sebutannya sendiri kepada kita. Sebutannya sendiri menunjukkan adanya suatu
maksud-tujuan. Ini jelas sekali ketika Allah, melalui seorang malaikatNya,
menjumpai Musa yang ketika itu lari dari Mesir, pada suatu semak-belukar yang
bernyala dekat kaki Gunung Sinai di tanah Arab pada abad ke-16 Seb. P.U.!
Musa disuruh kembali ke Mesir untuk membawa umatNya yang diperbudak kepada
kemerdekaan. Tetapi bagaimana halnya andaikata umat itu menanyakan nama dari
Allah yang mengutus Musa untuk memimpin mereka? Apa yang harus dikatakan Musa
kepada mereka? Musa ingin mengetahuinya. Beginilah menurut riwayatnya sendiri:
”Maka Allah berfirman kepada Musa, ’AKU AKAN MENJADI APA PUN YANG AKU
INGINKAN.’ Dan ia menambahkan, ”Inilah yang harus kaukatakan kepada putra-putra
Israel, ’AKU AKAN MENJADI telah mengutus aku kepadamu.”’”—Keluaran 3:14, NW.
16 Di sini Allah tidak membicarakan mengenai
kehidupan Dirinya. Mungkin ada orang yang berpikir begitu mengingat caranya
beberapa penterjemah menterjemahkan kata2 Ibrani berikut ini eh·yeh′ a·sher′
eh·yeh′ dan eh·yeh′ ke dalam bahasa Indonesia. Misalnya, Alkitab
Indonesia Terjemahan Klinkert menterjemahkan ayat ini demikian: ”Maka firman
Allah kepada Musa: AKU AKAN ADA YANG AKU ADA. Dan lagi firmannya: Demikian
hendaklah kaukatakan kepada bani Israel: Bahwa AKU ADA telah menyuruhkan daku
mendapatkan kamu.” Sebetulnya Allah sedang berbicara bahwa Ia hendak menjadi
sesuatu. Buktinya, terjemahan Alkitab yang dikenal sebagai The Twenty-Four
Books of the Holy Scriptures, karya Rabbi
Isaac Leeser, menterjemahkan ayat itu begini: ”Dan Allah berfirman kepada Musa,
AKU AKAN MENJADI APA YANG AKU AKAN JADI: dan ia berfirman, Demikianlah kau
katakan kepada anak2 Israel, AKU AKAN JADI telah mengutus aku kepadamu.”
17 Lebih jelas lagi terjemahan Alkitab karya
Joseph B. Rotherham, yang disebut The Emphasised Bible
yang menterjemahkan Keluaran 3:14 sebagai berikut: ”Dan Allah berfirman kepada
Musa, Aku Akan Menjadi Apapun yang Aku Ingini. Dan ia berfirman—Beginilah kamu
berkata kepada putera2 Israel, Aku Akan Jadi telah mengutus aku kepadamu.”
Catatan di bawah halaman mengenai ayat ini mengatakan: “Hayah [kata yang
di atas diterjemahkan sebagai ”menjadi”] tidak menunjukkan kepada keadaan
seseorang sekarang, melainkan keadaan nanti yang tidak diketahui.
. . . Akan jadi apakah ia, tidaklah disingkapkan—Ia akan beserta mereka,
pelindung, sumber kekuatan, penyelamat.” Jadi, yang dibicarakan dalam ayat ini
bukan mengenai adanya Allah sendiri, melainkan keinginanNya untuk menjadi
sesuatu bagi orang2 lain.
18 Ini seperti seorang pemuda yang meningkat
menjadi dewasa dan berkata kepada dirinya: ’Akan ku apakah kehidupanku ini?
Akan jadi apakah aku ini nanti?’ Demikianlah ketika Allah yang esa dan hidup
itu masih sendiri, Ia telah memutuskan apa yang akan dibuatNya dengan
hakekatnya, akan jadi apakah Ia kelak, ingin jadi apakah Ia nanti. Setelah
hidup secara kekal dan sendirian, Ia berkehendak menjadi seorang Pencipta. Ia
menetapkan satu maksud-tujuan bagi Dirinya.
19 Tetapi nama Allah yang esa dan hidup
seperti yang tercantum dalam Kitab Suci bukanlah Eh·yeh′, atau, ”Aku
Akan Jadi”. Pada tahun 1513 Seb. P.U., ketika secara mujizat Allah
mengukir ke Sepuluh Hukum di atas lempengan2 batu di Gunung Sinai, dan
memberikan itu kepada nabi Musa, Allah sendiri menulis nama yang dipilihNya
sendiri. Dari kanan ke kiri, Allah menuliskan huruf Ibrani Yod, lalu Heh,
menulis menurut gaya tulisan Ibrani kuno, seperti ini ; bukan dalam huruf2 Ibrani gaya moderen: יהוה. Dalam bahasa Indonesia huruf2 itu sama dengan
HWHY, dari kanan ke kiri; atau dalam bahasa Latin kuno menjadi HVHJ. Semua
huruf2 itu adalah huruf2 mati. Tidak ada huruf2 hidup di antara huruf2 mati
tersebut.
20 Bagaimana persisnya Yehuwa mengucapkan nama
ilahi ini kepada Musa tidak kita ketahui dewasa ini. Selama ber-abad2 nama itu
dieja oleh penulis2 Latin sebagai ’Jehova’. Banyak sarjana Bahasa Ibrani
moderen lebih suka mengucapkan nama itu sebagai Yahwe, atau Yehwah. Bukan anak
yang memberi nama kepada ayahnya, demikian juga bukan manusia yang memberi nama
kepada Penciptanya. Pencipta itu sendiri yang memberi nama kepada Dirinya
sendiri.
21 Nama suci ini dikira pada hakekatnya adalah
satu kata-kerja, bentuk causatif dari kata-kerja Bahasa Ibrani ha·wah′.
Jadi itu berarti ”Ia Menyebabkan (Sesuatu) Menjadi”. Tentu setiap akibat harus
ada sebabnya; dan di belakang setiap sebab ada suatu maksud-tujuan. Maka itu,
nama ilahi itu yang berarti ”Ia Menyebabkan (Sesuatu) Menjadi” mencakup suatu
maksud-tujuan. Jadi yang mengenakan nama khas itu mempunyai maksud-tujuan. Dalam
kedudukan inilah Yehuwa menampakkan diri kepada Musa di semak-belukar yang
ber-nyala2 dekat Gunung Sinai, dan apa yang hendak dilakukanNya Ia singkapkan
kepada Musa. Untuk menandaskan kekekalan dari nama ilahi ini, Allah selanjutnya
berkata kepada Musa: ’Yahwe, Allah nenek-moyangmu, Allah Ibrahim, Allah Ishak
dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu. Inilah namaKu untuk se-lama2-nya,
dan inilah cara Aku akan diperingati oleh segala keturunanmu.” (Kel. 3:15, KAT)
Nama peringatan itu tetap merupakan namaNya sampai hari ini. Ini nama sah yang
harus kita pakai sekarang.
PEMBUAT SEJARAH DEMI KEBAIKAN MANUSIA
22 Pada zaman nabi Musa, Allah yang esa dan
sejati, Yehuwa, membuat sejarah dengan jalan menindak Mesir kuno yang menindas
keturunan dari Ibrahim, Ishak dan Yakub. Ia membuat nama yang masyhur bagi
Dirinya dengan menyelamatkan umatnya yang diperbudak dari belenggu negara yang
secara militer terkuat ketika itu. (Yeremia 32:20; 2 Samuel 7:23; Yesaya
63:14) Kejadian itu meyakinkan kita bahwa dunia abad ke-20 ini yang
dipersenjatai dengan kuat bukanlah apa2 bagiNya guna membebaskan umat manusia.
Seperti Ia membiarkan Firaun dari Mesir purba merenggut kekuasaan dan
menjalankan penindasannya yang kejam terhadap umat Musa, demikian juga Yehuwa
telah membiarkan penguasa2 yang kejam merebut kekuasaan di seluruh bumi dan
melakukan penindasan terhadap semua orang. Ada maksudnya keadaan ini dibiarkan
begitu. Maksudnya untuk menahan atau menyediakan mereka bagi hari yang telah
ditetapkanNya untuk menumpas mereka. Maka, untuk menghibur orang2 yang sangat
menderita, Ia mengilhamkan Raja Salomo dari Yerusalem untuk menulis:
”Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah
segala rencanamu. TUHAN membuat segala sesuatu untuk tujuannya [Bah. Ibraninya:
maʽa·neh′] masing-masing, bahkan orang fasik dibuatNya untuk hari
malapetaka.”—Amsal 16:3, 4.
23 Sejak tahun 1914 P.U. keadaannya
merupakan ”hari malapetaka” bagi sistim pemerintahan yang telah melewati dua
perang dunia dan kesukaran2 lain yang bersifat internasional. Selama ber-tahun2
sekarang ini, negara2 kuat (Superpower) telah menguasai bumi; dengan mata yang
curiga mengawasi satu sama lain dalam usaha untuk betul2 menguasai dunia.
Penguasa Tertinggi, Yehuwa, yang telah membuat segala sesuatu supaya selaras
dengan maksud-tujuanNya, tentu mempunyai maksud-tujuan terhadap negara2 kuat
ini yang ingin menguasai seluruh dunia. Ada catatannya bahwa Ia mempunyai suatu
maksud-tujuan terhadap negara2 kuat yang ”fasik” di zaman purba. Semua yang
dikehendakiNya berkenaan negara2 kuat purba itu telah terlaksana; ini merupakan
jaminan bagi pengharapan kita di zaman kita ini.
24 Misalnya, Kerajaan Assiria menggantikan
Mesir purba sebagai kuasa dunia (negara terkuat) kedua dalam sejarah Alkitab,
secara politik maupun militer. Tetapi selama masa jayanya pun atas umat
manusia, negara itu tidak sanggup menaklukkan atau menghancurkan kota
Yerusalem, ibukota dari Kerajaan Yehuda. Sebaliknya Yerusalem menyaksikan
kehancuran kota Niniwe, ibukota Assiria. Mengapa bisa begitu? Karena Kuasa Dunia
Assiria itu fasik. Allah yang Mahakuasa, Yehuwa, telah membiarkan Assiria
mencapai puncak kekuasaan dunia dan bertindak jahat, khususnya terhadap umat
pilihanNya. Tetapi Ia telah bermaksud untuk menyimpan negara kuat yang jahat
itu sampai pada ”hari malapetaka” yang ditetapkanNya sendiri. Maka kira2 tahun
632 Seb. P.U., ibukota Assiria, Niniwe, jatuh ke tangan bangsa Madai dan Kasdim
dan dihancurkan. (Nahum, pasal 1-3) Maksud-tujuan Yehuwa tak pernah gagal
seperti diutarakan oleh nabiNya Yesaya seabad sebelumnya dengan kata2 berikut:
”TUHAN semesta alam telah bersumpah, firmanNya:
’Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang
Kurancang, demikianlah akan terlaksana: Aku akan membinasakan orang Asyur dalam
negeriKu dan meng-injak2 mereka di atas gunungKu; kuk yang diletakkan mereka
atas umatKu akan terbuang dan demikian juga beban yang ditimpakan mereka atas
bahunya.’ Itulah rancangan yang telah dibuat mengenai seluruh bumi, dan itulah
tangan yang teracung terhadap segala bangsa. TUHAN semesta alam telah
merancang, siapakah yang dapat menggagalkannya? TanganNya telah teracung,
siapakah yang dapat membuatnya ditarik kembali??”—Yesaya 14:24-27.
25 Allah yang Mahakuasa, yang Mahatahu, tidak
meminta nasehat dari siapapun di surga guna membimbingNya dalam haluanNya.
”Siapa . . . memberi petunjuk kepadaNya sebagai penasihat?” adalah
pertanyaan yang patut diajukan seperti terdapat dalam nubuat Yesaya 40:13.
(Juga Ayub 21:22; 36:22; Roma 11:34) ’PenasehatNya’ adalah Dirinya sendiri; Ia
tidak membutuhkan satu badan penasehat untuk membantuNya mengambil keputusan
yang benar. Maka itu, perkataan ’nasehat’ di sini mengandung arti lebih dari
sekedar nasehat; perkataan itu menyatakan ketetapanNya, keputusanNya. Mengenai
penggunaan ’nasehat’ (Bah. Inggris ”counsel”) dalam Alkitab, M’Clintock and
Strong’s Cyclopædia, Jilid II, halaman 539, menyatakan:
”Selain mengandung arti umumnya sendiri, yakni perundingan dengan orang2,
perkataan ini dipakai dalam Alkitab untuk menyatakan keputusan (dekrit) Allah,
perintah2 yang diberikan sebagai petunjuk.”
26 Keputusan yang telah diputuskan Allah yang
Mahakuasa dan Mahatahu tidak dapat digagalkan oleh manusia atau iblis. Hal ini
nyata sekali dalam keputusanNya terhadap Kuasa Dunia Assiria atau Asyur. Hal
ini juga berlaku bagi Kuasa2 Dunia yang berikut, Kuasa Dunia Babilon yang baru,
yang merupakan negara terkuat ketiga dalam sejarah Alkitab. Inilah negara
terkuat yang menghancurkan Yerusalem, untuk pertama kalinya, pada tahun
607 Seb. P.U. Karena perbuatan ini Babilon menjadi ”fasik”. Maka Yehuwa
juga menyimpannya sampai ”hari malapetaka” yang ditetapkanNya. Sebelum Ia
membiarkan Babilon menghancurkan Yerusalem dan melakukan sesuatu yang fasik di
hadapanNya, Allah mengilhami nabiNya Yeremia untuk berkata: ”Sebab itu
dengarlah putusan yang telah diambil TUHAN terhadap Babel dan rancangan2 yang
telah dibuatNya terhadap negeri orang2 Kasdim.”—Yeremia 50:1, 45.
27 Berkat perlindungan Allah, nabi Yeremia ini
selamat melewati kehancuran Yerusalem dan baitnya yang dilakukan tentara
Babilon pada tahun 607 Seb. P.U. Tetapi ia tidak hidup cukup lama untuk
menyaksikan penggenapan nubuatnya mengenai Babilon yang ”fasik”. Namun sejarah
duniawi maupun sejarah Alkitab mencatat penggulingan Kuasa Dunia Babilon yang
terjadi pada tahun 539 Seb. P.U., pada zaman nabi Daniel. (Daniel,
pasal 5) Penggulingan ini juga meneguhkan nubuat2 sebelumnya yang
diucapkan oleh nabi Yesaya yang bukan saja meramalkan kehancuran Kuasa Dunia
Babilon, melainkan juga meramalkan nama dari penakluk bangsa Parsi yang
digunakan Allah untuk mendatangkan kejatuhan Babilon tersebut. Ketika nabi
Yeremia dan Daniel mempelajari Alkitab secara pribadi dan membaca nubuat Yesaya
yang ditulis pada abad ke-8 Seb. P.U., mereka mendapati firman Yehuwa,
Allah mereka, seperti berikut:
”Kepada Cyrus Aku berkata: ’Hai gembalaKu!’ Ia akan
melaksanakan keinginanKu seraya berkata kepada Yerusalem, ’Hendaklah dibangun
kembali’ dan (kepada) baitullah: ’Hendaklah dialaskan.’ Demikianlah Yahwe
berkata kepada orang urapannya, kepada Cyrus, yang tangan kanannya dicengkam
olehNya untuk menangkis bangsa2 di hadapannya dan membuka ikat pinggang para
raja, dan membukakan pintu2 baginya, sehingga pintu gerbang satupun tidak
tertutup: ’Aku berjalan di hadapanmu dan meratakan apa yang kasar. Aku
mematahkan pintu2 perunggu dan palang2 besi Kupecahkan. Aku memberi engkau
khazanah rahasia dan mata benda tersembunyi, agar engkau ketahui bahwa Aku
Yahwe, Allah Israel yang telah memanggil engkau dengan nama sendiri. Oleh
karena hambaKu Yakub dan Israel yang sudah Kupilih engkau Kupanggil dengan nama
sendiri dan Kuberi sebutan kehormatan, sekalipun Aku tidak kaukenal. Selain
dari Aku tidak adalah Allah. Aku menyabuki engkau sekalipun Aku tidak kaukenal,
agar dari tempat terbitnya matahari hingga tempat masuknya, diketahui orang,
bahwa kecuali Aku tidak ada seorang pun juga.’” (KAT)
28 Perkataan yang hebat ini kini dapat
dibaca dalam Gulungan Laut Mati dari Yesaya yang diketemukan pada
tahun 1947 dan yang ditulis pada abad ke-2 Seb. P.U. Perkataan ini
terdapat dalam Kitab Nabi Yesaya 44:28 sampai 45:6. Dalam pasal berikutnya
Allah menyebut Cyrus sebagai ”orang yang melaksanakan putusanKu”, sebagaimana
nyata dari ayat2 yang dipetik di bawah ini:
”Ingatlah hal itu dan jadilah malu, pertimbangkanlah
dalam hati, hai orang-orang pemberontak! Ingatlah hal2 yang dahulu dari sejak
purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah dan
tidak ada yang seperti Aku, yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian
dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu
akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan, yang memanggil burung
buas dari timur, dan orang yang melaksanakan putusanKu dari negeri yang jauh.
Aku telah mengatakannya, maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah
merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya.”—Yesaya 46:8-11.
29 Cyrus Agung dari Parsi benar2 datang dari
timur bagaikan seekor ”burung buas”, dari Parsi yang terletak di sebelah timur
Babilon dan dari sebuah negeri yang jauh dari negerinya Yesaya, negeri Israel.
30 Tepat sekali, lambang Cyrus Agung adalah
seekor elang emas, seekor ”burung buas”, dan Yehuwa menggunakan itu sebagai
lambang dari Cyrus sendiri. Walaupun kehendak Allah ini sudah dinyatakan hampir
dua abad sebelumnya, namun kehendakNya tidak gagal. KeputusanNya tetap
terlaksana, dengan menggunakan Cyrus melawan Babilon yang ”fasik”. Yehuwa telah
berfirman dan telah menyuruh agar ditulis agar dapat diperiksa di kemudian
hari: dan pada waktu yang telah ditentukanNya Ia laksanakan apa yang telah
dikatakanNya. Ia telah menentukan maksudNya terhadap Cyrus dan telah menyatakan
itu melalui nabiNya, dan pada waktunya yang tepat Ia mewujudkan apa yang
diinginkanNya. Penggenapan yang bersejarah yang dilakukan Allah nubuatan,
meneguhkan keyakinan kita terhadap semua nubuat yang lain di mana Yehuwa
menyatakan apa yang hendak dibuatNya menurut keputusanNya
31 Hal ini juga berlaku bagi satu nubuat, yang
menurut sejarah, belum tergenap, tetapi saat bagi penggenapan nubuat itu jelas
sedang mendekat, dan akan terjadi di dalam generasi kita. Ini adalah satu
nubuat yang diberikan melalui nabi Yehezkiel yang hidup sezaman dengan nabi
Yeremia. Nubuat itu terdapat dalam Pasal 38 dan 39 dari Kitab Nabi pasal
Yehezkiel. Nubuat itu mengenai serangan dari ”Gog di tanah Magog” yang gaib.
Gog ini akan mengajak semua bangsa di dunia ini dalam serangan ini. Dan
serangan seluas dunia ini ditujukan terhadap kaum sisa dari para penyembah
Allah yang esa yang benar dan sejati. Kaum sisa yang setia dan telah dimerdekakan
dari Babilon Besar di zaman moderen dan mendapat lagi perkenan Allah, hidup
dalam satu Firdaus rohani di tengah2 keadaan dunia yang cemar dan busuk. Apakah
sebabnya Allah yang Mahakuasa membiarkan serangan demikian terhadap umat
penyembahNya sendiri? Ia menyatakan sebabnya kepada kita.
32 Dalam keteranganNya ini, Allah menggunakan
secara simbolis negeri Israel purbakala dan penduduknya yang diselamatkan dari
Babilon untuk melukiskan Firdaus rohani dari kaum sisa umat penyembahNya dewasa
ini. Kemudian dalam keterangan yang ditujukan kepada Pemimpin Jahat dari
serangan internasional ini terhadap kaum sisa yang setia di dalam Firdaus
rohani mereka, Allah yang Mahakuasa menyatakan maksud-tujuanNya Ia membiarkan
serangan yang keji ini. Firmannya:
33 ”Engkau akan bergerak dan datang dari
tempatmu dari utara sekali, engkau dengan banyak bangsa yang menyertai engkau,
mereka semuanya mengendarai kuda, suatu kumpulan yang besar dan suatu pasukan
yang kuat. Engkau bangkit melawan umatKu Israel seperti awan yang menutupi
seluruh bumi. Pada hari yang terkemudian akan terjadi hal itu dan Aku akan
membawa engkau untuk melawan tanahKu, [dengan maksud; Bah. Ibrani: ma‛an]
supaya bangsa2 mengenal Aku, pada saat Aku menunjukkan kekudusanKu kepadamu di
hadapan mereka, hai Gog.”—Yehezkiel 38:15, 16.
34 Sudah jelas sekali. Maksud-tujuan Yehuwa
adalah untuk menyucikan Dirinya di hadapan mata segala bangsa. Sesuai dengan
perbuatanNya di masa lalu, Ia akan melaksanakan maksud-tujuanNya yang tak dapat
dirubah ini di masa depan yang dekat, di dalam generasi kita ini. Setelah
menyatakan caranya yang Ia akan gunakan untuk memastikan kemenanganNya atas Gog
dan segenap tentara internasional di bumi, Allah, yang maksud-tujuanNya tak
pernah gagal, berfirman:
35 ”Demikian Aku akan menyatakan kebesaran
serta kekudusanKu dan Kuberitahukan diriKu di depan mata bangsa yang banyak.
Maka diketahuilah mereka, bahwa Aku Yahwe.”—Yehezkiel 38:23, KAT
APA YANG AKAN KITA LAKUKAN MENGENAI INI?
36 Membuat bangsa2 di dunia tahu siapakah Dia
tidaklah berarti membuat mereka menjadi umat penyembahNya sehingga dikaruniai
hidup yang kekal. Justru sebaliknya. Ini akan berarti kebinasaan kekal bagi
bangsa2 yang menentang Allah! Ini cara yang celaka untuk belajar mengetahui
siapakah Allah yang sejati. Ia akan membuktikan kepada bangsa2 siapakah
dirinya. Ia terpaksa harus melakukan hal ini. Maka pertanyaan penting sekarang
adalah, Apakah kita secara pribadi ingin tergolong pada bangsa2 yang akan ikut
dalam serangan yang dilancarkan oleh Musuh Besar Allah, yakni ”Gog dari tanah
Magog”?
37 Dalam segala rencana mereka untuk
memperbaiki situasi dunia, bangsa2 ini tidak memperdulikan Allah hidup, yang
sejati dan esa, dan maksud-tujuanNya yang disingkapkan dalam FirmanNya yang
tertulis, Alkitab. Baiklah rencana2 mereka itu menurut hemat kita? Apakah kita
akan membiarkan diri kita terbujuk oleh rencana2 mereka lalu mendukung rencana2
itu sehingga menaruh kepercayaan kita kepada usaha manusia untuk menyelamatkan
dirinya sendiri? Sebelum memutuskan apa yang akan kita lakukan, sebaiknya kita
mempertimbangkan dan mencamkan pesan orang bijaksana purbakala yang terdapat di
Amsal 19:20, 21: ”Dengarkanlah nasehat dan terimalah didikan, supaya
engkau menjadi bijak di masa depan. Banyaklah rancangan [bhs. Ibrani: mahha·sha·bhoth′]
di hati manusia, tetapi keputusan TUHANlah yang terlaksana.” Semoga jangan
se-kali2 kita terkecoh oleh rencana2 manusia dan bangsa2 sehingga mengabaikan
nasehat Yehuwa.
38 Mengapa kita harus menderita kekecewaan
bersama bangsa2 sehingga kita rugi untuk se-lama2-nya? Dengan sebulat hati
hendaklah kita menaruh kepercayaan kita kepada Yehuwa: ”Sebab Dia berfirman,
maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada. TUHAN menggagalkan
rencana bangsa2; Ia meniadakan rancangan suku2 bangsa; tetapi rencana TUHAN
tetap se-lama2-nya, rancangan hatiNya turun-temurun. Berbahagialah bangsa, yang
Allahnya ialah TUHAN.” (Mazmur 33:9-12) Sudah ber-kali2 terbukti di masa lalu,
dan di masa depanpun akan terbukti kebenaran dari keterangan berikut ini:
”Tiadalah kebijaksanaan dan tiada pula pengertian, dan tiada pula nasehat baik,
yang dapat bertahan terhadap Yahwe. Kudanya diperlengkapi untuk hari
pertempuran, tetapi berkat Yahwelah keselamatan itu.”—Amsal 21:30, 31.
39 Jika kita memandang keadaan dunia umat
manusia secara jujur, kita tentu yakin bahwa kita semua membutuhkan
keselamatan. Apa yang kita inginkan sebagai orang2 yang lurus pikirannya adalah
keselamatan! Ini tidak akan datang dari manusia sendiri. Kita harus akui bahwa
dari ”berkat Yahwelah keselamatan itu”. Karena ”TUHAN membuat segala sesuatu
untuk tujuannya masing-masing, bahkan orang fasik dibuatNya untuk hari
malapetaka”, apakah gerangan maksud-tujuan TUHAN bagi orang2 yang tidak fasik,
orang2 yang mencari kebenaranNya? Pasti satu maksud-tujuan yang penuh kasih!
(Amsal 16:4) Umat manusia memang tercakup dalam maksud-tujuan yang mulia dari
Pencipta kita yang penuh kasih.
40 Pencipta kita bukanlah Allah yang
tanpa tujuan. Maka kita, makhluk2 ciptaanNya, juga tidak boleh tanpa tujuan!
Apakah hendaknya menjadi tujuan kita? Ini: Untuk menyelaraskan hidup kita
dengan maksud-tujuan mulia dari Allah Yehuwa. Tak ada tujuan yang lebih mulia
daripada ini. Dengan melakukan ini kita benar2 akan menuju sesuatu—ke arah
hidup kekal. Dengan demikian kehidupan kita sekarang tidak akan gagal, sebab
maksud-tujuan Allah tidak dapat gagal. Mengingat ini kita sekarang dengan
senang hati akan meneliti ”maksud-tujuan kekal” Allah yang telah dirancangNya
dalam hubungan dengan Orang UrapanNya, Almasih.
[Catatan Kaki]
Lihatlah Alkitab terjemahan William Tyndale (1525 dan
1535 P.U.); The Geneva Bible (1560 dan 1562 P.U.); The Bishop’s Bible
(1568 dan 1602).
Lihatlah Kitab Perjanjian Baru terjemahan Hugh
J. Schonfield (1955 P.U.), yang
menggunakan istilah ”rencana segala zaman”. Kitab Injil Katolik Bah. Indonesia
(1964 P.U.) menterjemahkan ayat itu sebagai ”rencana Allah dari Kekal”.
Untuk mendapatkan pengertian belakangan dan sekarang
mengenai pokok ini, periksalah paragrap 14-19 dari artikel utama yang berjudul
”Putera Manusia” (Maz. 8:4) yang diterbitkan dalam nomor 1 April 1930
dari majalah The Watch Tower (hlm. 101, 102). Perhatikanlah khususnya
paragrap 16.
Lihatlah Theological Dictionary of the New Testament,
Jilid VIII, susunan Gerhard Friedrich (terjemahan Bah. Inggris),
halaman 165, 166, di bawah pokok ”The New Testament”.
The Book of Books, terbitan
Lutterworth Press (1938).
The New English Bible (1970).
Terjemahan Bode (1938).
Injil Katolik (1946).
Alkitab Bah. Indonesia Terjemahan Baru (1974).
Mengenai ”katà pro′the·sin ton ai·o′non” di Efesus 3:11,
kita membaca keterangan berikut: ”Selaras dengan maksud dari zaman2 dunia,
yakni, sesuai dengan maksud Allah selama zaman2 dunia (dari mulainya zaman2 itu
sampai terwujudnya maksud tersebut); sebab sudah (sebelum pengalasan dunia)
maksud itu sudah ada i. 3, tetapi dari awal dari zaman2 dunia maksud itu
tersembunyi dalam Allah, ayat 9. . . . Yang lain2 salah
menafsirkannya sebagai: maksud berkenaan berbagai zaman dari dunia; menurut
tafsiran ini, Allah pada mulanya tidak memilih suatu umat, kemudian memilih
bangsa Yahudi, dan akhirnya memanggil bangsa Yahudi maupun bangsa2 kafir kepada
kerajaan Almasih: sebab itulah maksud satu2nya yang dibicarakan, yang terwujud
dalam diri (Almasih).”—Critical and Exegetical Hand-Book
to the Epistle to the Galatians—Ephesians,
karangan H. A. W. Meyer, Th.D., terjemahan Bahasa Inggris, 1884, halaman 416,
paragraf 1.
”Kebanyakan sarjana moderen mengikuti Rashi dalam
menterjemahkan perkataan ”Aku akan ada yang Aku
ada”; yaitu, tidak ada perkataan yang dapat meringkaskan apa yang Ia
akan jadi bagi UmatNya, tetapi kesetiaanNya yang kekal dan kemurahanNya yang
tetap sama, akan kian nyata dalam bimbingan terhadap Israil. Jawaban yang Musa
terima berupa perkataan tersebut sama dengan ”Aku akan menyelamatkan menurut
caranya Aku akan menyelamatkan.” Perkataan ini untuk meyakinkan umat Israil
akan fakta dari kelepasan, namun tidak menyingkapkan caranya.”—Catatan
di bawah halaman mengenai ayat Keluaran 3:14, The Pentateuch and
Haftorahs, karangan Dr. J. H. Hertz, C. H., Soncino Press, London,
1950 P.U.
[Pertanyaan Pelajaran]
1, 2. Hanya siapa
yang dapat mempunyai ”maksud-tujuan kekal”, dan apa tulis Musa tentang pribadi
itu?
3. Mengapa ”Raja
segala zaman” dapat melaksanakan maksud-tujuan demikian sepenuhnya?
4. Orang yang
menulis tentang ”maksud-tujuan kekal” Allah, menghubungkan maksud-tujuan kekal
itu dengan siapa?
5, 6. Bagaimana
penterjemah2 moderen telah menimbulkan problem mengenai apa yang Allah punyai
sehubungan dengan Almasih itu?
7, 8. Bagan apakah
diterbitkan C. T. Russell, dan apa yang dikatakan bukunya yang pertama
mengenai judulnya?
9. (a) Sedikitnya
pokok apakah yang dikemukakan oleh buku yang tersiar luas ini? (b) Tetapi
pertanyaan apakah yang ditimbulkan buku ini mengenai suatu rencana dan Allah?
10. Apakah arti harfiah dari kata Bahasa Yunani pro′the·sis,
dan bagaimana orang2 Yahudi menggunakan kata itu dalam Septuaginta
Bahasa Yunani?
11. Kalau begitu, apakah ”pro′the·sis” Allah?
12. Bagaimana caranya penterjemah2 moderen menterjemahkan
kata Yunani pro′the·sis yang diikuti dengan kata tōn ai·o′nōn
(”segala zaman”)?
13, 14. Bagaimana dapat dikatakan bahwa ”maksud segala
zaman” dari Allah adalah ”maksud-tujuan kekal”-Nya?
15. Ketika Musa menanya siapakah nama Allah, apa yang
dikatakan Allah kepada Musa di Sinai?
16. Dengan jawabanNya kepada Musa, apakah Allah hanya
maksudkan kepada adaNya Dia atau sesuatu yang lain?
17. Bagaimana Rotherham menterjemahkan Keluaran 3:14 dan
mengomentarinya?
18. Kapankah Allah pada mulanya memutuskan hendak jadi
apakah Ia?
19. Bagaimana caranya Allah mengeja namaNya dalam Sepuluh
Hukum?
20. Bagaimana caranya nama Allah diucapkan, menurut
keempat huruf Ibrani?
21. (a) Karena nama itu sesungguhnya sebuah kata-kerja,
apa arti dari nama Yehuwa? (b) Mengapakah nama itu masih tetap sah untuk
digunakan dewasa ini?
22. (a) Bagaimana Yehuwa membuat nama yang masyur bagi
dirinya di Mesir purbakala? (b) Penghiburan apakah yang kita dapat tarik
dari peristiwa itu?
23. Caranya Allah memperlakukan kuasa dunia purbakala
memberi jaminan apakah kepada kita di jaman sekarang mengenai penguasa2 politik?
24. (a) Walaupun Allah membiarkan Assiria menguasai
dunia, apakah yang Yehuwa lakukan berkenaan negara itu? (b) Mengapa nubuat
Yehuwa tidak pernah gagal seperti tertulis di Yesaya 14:24-27?
25. Dalam nubuat itu, apakah artinya perkataan ”nasehat”,
dan mengapa?
26. Dengan membiarkan Babilon menggulingkan Assiria
sebagai penguasa dunia, apakah sebenarnya yang Yehuwa sedang lakukan?
27. Sewaktu mempelajari Alkitab, apakah yang dibaca
Yeremia dan Daniel dalam nubuat Yesaya mengenai kejatuhan Babilon?
28. Dalam pasal berikutnya dari Kitab Yesaya, apa firman
Yehuwa berkenaan Cyrus orang Parsi?
29, 30. Bagaimana caranya Yehuwa dengan gigih
melaksanakan maksud-tujuanNya sebagaimana dinyatakan dalam nubuat itu, dan
dalam hal apakah penggenapan ini meneguhkan keyakinan kita?
31. Nubuat apakah dari Yehezkiel yang masih belum genap,
melukiskan suatu serangan—oleh siapa dan atas siapa?
32, 33. Apakah maksud Allah membiarkan Gog melancarkan
serangan terhadap umat penyembahNya di dalam firdaus rohani mereka dewasa ini?
34, 35. Menurut pernyataan Allah sendiri, apakah
maksudNya menyucikan Dirinya dalam hubungan dengan Gog?
36. Mengapa kita harus menanya diri kita sendiri, apakah
kita ingin ikut tergolong dengan bangsa2 yang akan terpaksa mengetahui siapakah
Yehuwa itu?
37. Sebaliknya daripada terbujuk untuk mengikuti rencana
manusia untuk menyelamatkan dirinya, haluan apakah hendaknya kita ambil menurut
Amsal 19:20, 21?
38. Mengapa menaruh kepercayaan kepada Yehuwa tidak akan
mengecewakan seperti halnya dengan bangsa2 dan orang2?
39. Maksud-tujuan yang bagaimanakah ada pada Allah
terhadap orang2 yang mencari kebenaranNya, dan mengapa?
40. Apakah hendaknya menjadi tujuan kita jika kita ingin
menuju kepada hidup kekal, dan mengapa?
[Bagan di hlm. 10]
(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)
CHART OF THE AGES
ILLUSTRATING THE PLAN OF GOD FOR BRINGING MANY SONS TO
GLORY, AND HIS PURPOSE—
“In regard to an administration of the fulness of the
appointed times, to reunite all things under one Head, even under the Anointed
One; the things in heaven and the things on earth—under Him.”—Eph. 1:10—Diaglott.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar